PAMERAN KARYA SENI RUPA
KARYA SENI RUPA 2 DIMENSI
1. KARYA LUKISAN
1. Lukisan : Meraba Diri (Ivan Sagita )
Title : "Meraba Diri"
Artist : Ivan SagitaYear : 1988
Cat minyak pada kanvas.
Ukuran : 72 x 90 cm.
Lukisan Ivan Sagita yang berjudul “Meraba Diri” (1988) ini mempunyai kecenderungan gaya Surrealisme, dengan menekankan pengungkapan problem-problem psikologis lewat tanda-tanda yang bersifat simbolis. Dalam karya-karyanya yang lain, pelukis ini juga sering mengangkat persoalan pencarian nilai-nilai kemanusiaan dengan memakai simbol-simbol atau atribut-atribut sosiokultural yang ada. Tema-tema kemanusiaan itu sering muncul dalam penggambaran yang absurd, karena sering muncul dalam juxtaposition atau penjajaran bentuk-bentuk yang irasional seperti dalam tiga figur kosong yang belajar dalam lukisan ini. Dengan teknik realisme yang kuat dan warna-warna cenderung berat, karya-karya Ivan semakin kental dengan suasana misteri.
Pada tahun 1980-an dari seni lukis jenis personal lirikal, dalam seni lukis Indonesia muncul lagi kecenderungan baru pada bentuk-bentuk Surrealistis. Pengikut-pengikutnya adalah pelukispelukis Yogyakarta yang terus berpengaruh ke kotakota lain. Dalam genre lukisan ini Ivan merupakan seniman dengan intensitas kreatif tinggi dan kesetiaan yang panjang. Penggalian itu lebih-lebih
terkait dengan tanda-tanda sosiokultural Jawa atau lebih spesifik lagi yaitu kosmologi ruang Yogyakarta.
terkait dengan tanda-tanda sosiokultural Jawa atau lebih spesifik lagi yaitu kosmologi ruang Yogyakarta.
Dalam lukisan “Meraba Diri” secara simbolis dapat dilihat bahwa ada proses pada tiga figur yang berusaha mengidentifikasi jati dirinya. Padahal secara kontradiktif tubuh dan muka figur-figur ini sebenarnya kosong. Dalam kekosongan figur-figur itu hanya ada awan berarak yang memunculkan tangan-tangan meraba muka. Figur di tengah tersemat atribut sanggul dan telinga wanita, yang memberi gambaran proses pencarian identitas dan jati diri kewanitaan. Akan tetapi, figur-figur berjajar itu juga bisa diinterpretasikan sebagai proses introspeksi dan pencairan diri dalam kekosongan.
2. Lukisan : Santai (Chusin Setiadikara - 1998)
Title : "Santai"
Artist : Chusin SetiadikaraYear : 1998
Pastel pada kertas.
Ukuran : 53 x 72 cm.
Lukisan ini mengungkap gestur tubuh yang indah, seorang gadis dalam kain kemben duduk dalam lamunan. Material crayon benar-benar mewujudkan anatomi dan warna kulit yang alami. Pengungkapan gaya realisme dan berbagai variasi pengembangan dalam gaya pop, memang menjadi ciri khas personal seorang Chusin.
Ungkapan figur-figur perempuan dengan berbagai aktivitasnya merupakan dasar konsep yang dikembangkan pelukis ini. Dari karya-karyanya, terekam aktivitas perempuan dalam kesibukan pasar, berkelompok, sampai yang terisolasi seorang diri. Lukisan-lukisan Chusin secara simbolik mengungkap berbagai dimensi kemanusiaan perempuan sebagai manusia apa adanya. Mereka bisa sebagai sosok mandiri, maupun sebagai sosok yang rapuh dan terkucil dalam sunyi
3. Lukisan : Gerhana ( Dewa ratih ) (I Gusti Ktut Kobot) 5)
Title : "Gerhana ( Dewa ratih )"
Artist : I Gusti Ktut KobotYear : 1965
Tempera, kain blancu
Ukuran 49 x 39 cm
Lukisan Kobot "Gerhana ( Dewa ratih )" ( 1965 ) ini melukiskan simbolik nilai cinta yang dimakan oleh Sang Kala ( waktu ). Kobot sangat piawai dalam memainkan komposisi untuk menciptakan ritme dalam lukisannya. Warna-warna yang dipakai adalah warna-warna lembut dengan figur-figur dalam gaya yang distilir. Kobot mempopulerkan gaya dekoratifnya yang sangat khas. Ciri yang selalu muncul adalah, warna-warna pastel dengan figur-figur memenuhi bidang gambar, yang terdiri dari tumbuhan, bunga, binatang, burung, dan serangga.
4. Lukisan : Yang Berusaha Tumbuh (Dede Eri Supria - 1992)
Title : "Yang Berusaha Tumbuh"
Artist : Dede Eri SupriaYear : 1992
Cat minyak pada kanvas.
Ukuran : 140 x 140 cm.
Artist : Dede Eri SupriaYear : 1992
Cat minyak pada kanvas.
Ukuran : 140 x 140 cm.
Secara visual karya “Yang Berusaha Tumbuh” (1992) ini melukiskan persemaian yang tumbuh di
antara reruntuhan beton gedung, namun dibalik itu menyiratkan pergolakan antara kekuatan dengan kelemahan, harapan sekaligus keputusasaan. Dengan bahasa visualnya yang khas, Dede berharap tumbuhnya modernisasi jangan sampai merugikan pihak lain. Halal untuk mengejar kemajuan, akan tetapi tanpa mengabaikan yang lemah atau bahkan marjinal. Karenanya, karya ini ringan, namun mengandung pesan moral yang kuat.
antara reruntuhan beton gedung, namun dibalik itu menyiratkan pergolakan antara kekuatan dengan kelemahan, harapan sekaligus keputusasaan. Dengan bahasa visualnya yang khas, Dede berharap tumbuhnya modernisasi jangan sampai merugikan pihak lain. Halal untuk mengejar kemajuan, akan tetapi tanpa mengabaikan yang lemah atau bahkan marjinal. Karenanya, karya ini ringan, namun mengandung pesan moral yang kuat.
5. Lukisan : Women In The Mask
Title :"Women In The Mask"
Artist : Zeni Febriayu Puspita Asih
Year : 2019
Ukuran :29 x 42cm
kertas,spidol hitam,spidol silver,pensil,penghapus.
Karya "Women In The Mask" ini memberikan gambaran seorang wanita yang menggunakan topeng yang didalam topeng itu terdapat kecantikan "beautiful" yang disembunyikan dibalik topengnya. Karakter dari lukisan ini juga dapat menggambarkan seorang wanita dengan kepribadian ganda yang ia tutupi dibalik topengnya.
6. Karya Relief
Title : "Relief Kapal Di Candi Borobudur"
Artist : Philip Deale
Year : 1982
kayu yaitu jati, ulin, bungor, bintagor dan kalimpapa, tali, dan perekat
panjang 18,29 meter, lebar 4,25 meter, dan tinggi 2,25 meter
Ekspedisi ini berawal dari gagasan Philip Deale, mantan Angkatan Laut dari Inggris, yang mengunjungi Candi Borobudur pada tahun 1982. Saat berada di candi peninggalan dinasti Syailendra tersebut, ia melihat relief kapal di dinding candi yang menggambarkan pelayaran pelaut Indonesia masa lampau untuk menjual kayu manis hingga ke Ghana, Afrika.
Dalam waktu 4 bulan 6 hari, keinginan Deale untuk membangun tiruan kapal tersebut pun terwujud. 26 tukang kayu yang merangkai kapal bernama Samudra Raksa ini, membuatnya dari beberapa jenis kayu terbaik yaitu jati, ulin, bungor, bintagor dan kalimpapa. Hamya tali dan perekat alami yang digunakan untuk menyambung bagian kapal ini, karena Deale ingin membuat kapal yang sama persis seperti di masa lampau.Kapal dengan panjang 18,29 meter, lebar 4,25 meter, dan tinggi 2,25 meter ini pun siap berlayar untuk membuktikan ketangguhannya menjelajahi samudera sejauh 12.210 mil. Berbekal dayung dan layar, kapal berbobot 30 gross tonnage (GT) dan berkapasitas 15 orang itu pun berlayar pada tanggal 15 Agustus 2003 dari Ancol, Jakarta Utara melewati Rute Kayu Manis yaitu Indonesia, Maladewa, Madagascar, Cape Town, dan Ghana.
7. karya poster
Artist : Philip Deale
Dalam waktu 4 bulan 6 hari, keinginan Deale untuk membangun tiruan kapal tersebut pun terwujud. 26 tukang kayu yang merangkai kapal bernama Samudra Raksa ini, membuatnya dari beberapa jenis kayu terbaik yaitu jati, ulin, bungor, bintagor dan kalimpapa. Hamya tali dan perekat alami yang digunakan untuk menyambung bagian kapal ini, karena Deale ingin membuat kapal yang sama persis seperti di masa lampau.Kapal dengan panjang 18,29 meter, lebar 4,25 meter, dan tinggi 2,25 meter ini pun siap berlayar untuk membuktikan ketangguhannya menjelajahi samudera sejauh 12.210 mil. Berbekal dayung dan layar, kapal berbobot 30 gross tonnage (GT) dan berkapasitas 15 orang itu pun berlayar pada tanggal 15 Agustus 2003 dari Ancol, Jakarta Utara melewati Rute Kayu Manis yaitu Indonesia, Maladewa, Madagascar, Cape Town, dan Ghana.
Artist : J. Howard Miller
Year : 1943
Poster tersebut jarang terlihat pada Perang Dunia II. Poster tersebut ditemukan kembali pada awal 1980an dan banyak diproduksi ulang dalam berbagai bentuk, yang tak hanya disebut "We Can Do It!", tetapi juga disebut "Rosie the Riveter" yang mengambil nama dari figur ikonik seorang buruh produksi perang wanita perkasa. Gambar "We Can Do It!" digunakan untuk mempromosikan feminisme dan masalah politik lainnya pada permulaan 1980-an.[1] Gambar tersebut dijadikan sampul majalah Smithsonian pada 1994 dan dicantumkan dalam sebuah perangko surat kelas pertama AS pada 1999. Gambar tersebut diikutsertakan dalam bahan-bahan kampanye untuk beberapa politikus Amerika pada 2008, dan dikerjakan ulang oleh seorang artis untuk menyambut wanita pertama yang menjadi Perdana Menteri Australia pada 2010. Poster tersebut merupakan salah satu dari sepuluh gambar yang paling diminta di National Archives and Records Administration.
8. Karya Fotografi
Title : "Semut Menari"
Artist : Robertus Agung Sudiatmoko
Year : 2015
Adalah Robertus Agung Sudiatmoko (33), seorang fotografer yang berhasil mengabadikan pose semut api yang tampak seperti sedang menari balet. Robert memang fotografer yang mengkhususkan dirinya sebagai fotografer serangga dengan minat khusus terhadap semut. Baginya semut adalah binatang yang patut dicontoh.
Robert mengaku memang menyukai semut karena binatang tersebut kecil namun selalu semangat bekerja, dan selalu gotong royong. Menurutnya manusia seharusnya mencontoh perilaku semut. "Saya hanya mencoba melakukan bidikan macro, tapi sebisa mungkin saya ingin menangkap bidikan terbaik dari semut," ujar Robert
Dari semua bidikannya, ada satu foto yang sangat spektakuler yang diberi judul Semut Menari. Robert mengambil gambar itu ketika semut api melintas di dekatnya, saat dia berada di sebuah desa kecil di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Saat Robert membidiknya, semut itu tiba-tiba mengangkat badannya dan berdiri di atas kaki sebelah kanan selama 30 detik. Foto tersebut bahkan menjadi viral hingga dimuat oleh Dailymail.
Robert mengambil gambar mengagumkan itu dengan menggunakan kamera Canon 40D dengan lensa macro 100mm.
Artist : Robertus Agung Sudiatmoko
Adalah Robertus Agung Sudiatmoko (33), seorang fotografer yang berhasil mengabadikan pose semut api yang tampak seperti sedang menari balet. Robert memang fotografer yang mengkhususkan dirinya sebagai fotografer serangga dengan minat khusus terhadap semut. Baginya semut adalah binatang yang patut dicontoh.
Robert mengaku memang menyukai semut karena binatang tersebut kecil namun selalu semangat bekerja, dan selalu gotong royong. Menurutnya manusia seharusnya mencontoh perilaku semut. "Saya hanya mencoba melakukan bidikan macro, tapi sebisa mungkin saya ingin menangkap bidikan terbaik dari semut," ujar Robert
Dari semua bidikannya, ada satu foto yang sangat spektakuler yang diberi judul Semut Menari. Robert mengambil gambar itu ketika semut api melintas di dekatnya, saat dia berada di sebuah desa kecil di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Saat Robert membidiknya, semut itu tiba-tiba mengangkat badannya dan berdiri di atas kaki sebelah kanan selama 30 detik. Foto tersebut bahkan menjadi viral hingga dimuat oleh Dailymail.
Robert mengambil gambar mengagumkan itu dengan menggunakan kamera Canon 40D dengan lensa macro 100mm.
Seni Rupa 3 Dimensi
1. Patung : Anungga Rungga ( Lingga Yoni ) (Agoes Jolly)
Title : "Anungga Rungga ( Lingga Yoni )"
Artist : Agoes JollyYear : 1992
Bahan : Besi, Pipa, Bubuk Marmer.
Ukuran : 3,5 x 120 x 2,25 cm.
Artist : Agoes JollyYear : 1992
Bahan : Besi, Pipa, Bubuk Marmer.
Ukuran : 3,5 x 120 x 2,25 cm.
Karya instalasi “Anungga-Rungga (Lingga Yoni)” (1992) ini merupakan suatu rangkaian bentukbentuk yang terdiri dari abstraksi lingga yoni yang tergantung, dan diapit di kanan kiri oleh dua bentuk gunungan. Pada bagian bawah, terdapat suatu konstruksi kerangka besi dalam bentuk ruang persegi yang tegak dari lantai. Dasar lantai tempat berdiri konstruksi, terdiri dari bubuk marmer putih yang diatur dalam bentuk empat persegi empat dan tepinya berupa batu kerikil.
Karya instalasi ini memadukan dua bentuk karakter, yaitu abstraksi yang dibangun dari citra pementasan wayang dan disandingkan dengan konstruksi infrastruktur modern. Karya ini secara simbolik mengungkapkan bersatunya lingga dan yoni dalam suatu pentas kehidupan, dan momen itu disangga atau berada dalam kokohnya konstruksi bangunan modern. Simbol itu mengungkapkan nilai paradoks, yaitu konstradiksi dan kebenaran dalam penyatuan nilai-nilai budaya tradisi dan modern. Penyatuan cinta dalam kehidupan bisa tidak terbatas pada sekat-sekat nilai budaya.
Karya instalasi ini memadukan dua bentuk karakter, yaitu abstraksi yang dibangun dari citra pementasan wayang dan disandingkan dengan konstruksi infrastruktur modern. Karya ini secara simbolik mengungkapkan bersatunya lingga dan yoni dalam suatu pentas kehidupan, dan momen itu disangga atau berada dalam kokohnya konstruksi bangunan modern. Simbol itu mengungkapkan nilai paradoks, yaitu konstradiksi dan kebenaran dalam penyatuan nilai-nilai budaya tradisi dan modern. Penyatuan cinta dalam kehidupan bisa tidak terbatas pada sekat-sekat nilai budaya.
2. Patung : Lingkaran (Arsono - 1995)
Karya berjudul “Lingkaran” (1995) ini, merupakan ungkapan jiwa terdalam seniman yang dimunculkan sebagai penghayatan pada nilai-nilai murni dari suatu karakter bentuk. Pematung Arsono menghadirkan sosok masif bentuk lingkaran yang menyerupai bola padat tak berongga. Ekspresi kepadatan bentuk bola itu terbangun dari medium besi dengan karakter yang kuat. Warna yang berupa pamor gurat-gurat pijar api merujuk motif alam dengan sifat yang keras dan dramatis. Melihat idiom visual dan judul yang mengungkapkan makna secara denotatif, karya ini secara murni ingin mengungkapkan keindahan dan kekuatan bentuk. Karya demikian dapat dikatagorikan dalam gaya abstrak murni atau juga sering disebut sebagai gaya Formalisme.
Arsono adalah salah satu pematung lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), yang tumbuh
sesudah masa paradigma estetik kerakyatan mulai melemah. Bersama dengan beberapa seniman lain, ia menjadi pembuka jalan Formalisme dalam dunia patung modern Indonesia. Namun demikian, sebagaimana yang terjadi di belahan dunia nonBarat yang lain, maka Modernisme dan Formalisme di Indonesia masih diupayakan untuk diikatkan dengan nilai-nilai tradisi. Oleh karena itu, dalam karya ini dapat dilihat upaya seniman untuk memanfaatkan unsur-unsur bentuk tradisi seperti pamor keris sebagai unsur dalam bentuk patungnya. Upaya demikian merupakan pemanfaatan nilai-nilai lambang keadiluhungan tradisional, yang sebenarnya merupakan anomali dalam seni modern. Fakta demikian merupakan bentuk Modernisme yang lain seperti yang diungkap ahli seni Homi Baba.
Dengan latar belakang paradigma estetik ini, Arsono mengolah media logam dan karakternya sebagai manifestasi nilai spiritualitas yang bersumber dari nilai-nilai tradisi. Dalam karya ini dapat dilihat makna simbolis dari bentuk dasar lingkaran besi yang mempunyai esensi sebuah proses pencarian jati diri yang kuat tiada henti. Sebuah energi yang terus berputar, tidak beruas,dan tidak terbatas. Sebuah manifestasi dari keinginan yang bulat dan mantap dalam meneliti proses dari mencari jiwa murni.
Arsono adalah salah satu pematung lulusan Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), yang tumbuh
sesudah masa paradigma estetik kerakyatan mulai melemah. Bersama dengan beberapa seniman lain, ia menjadi pembuka jalan Formalisme dalam dunia patung modern Indonesia. Namun demikian, sebagaimana yang terjadi di belahan dunia nonBarat yang lain, maka Modernisme dan Formalisme di Indonesia masih diupayakan untuk diikatkan dengan nilai-nilai tradisi. Oleh karena itu, dalam karya ini dapat dilihat upaya seniman untuk memanfaatkan unsur-unsur bentuk tradisi seperti pamor keris sebagai unsur dalam bentuk patungnya. Upaya demikian merupakan pemanfaatan nilai-nilai lambang keadiluhungan tradisional, yang sebenarnya merupakan anomali dalam seni modern. Fakta demikian merupakan bentuk Modernisme yang lain seperti yang diungkap ahli seni Homi Baba.
Dengan latar belakang paradigma estetik ini, Arsono mengolah media logam dan karakternya sebagai manifestasi nilai spiritualitas yang bersumber dari nilai-nilai tradisi. Dalam karya ini dapat dilihat makna simbolis dari bentuk dasar lingkaran besi yang mempunyai esensi sebuah proses pencarian jati diri yang kuat tiada henti. Sebuah energi yang terus berputar, tidak beruas,dan tidak terbatas. Sebuah manifestasi dari keinginan yang bulat dan mantap dalam meneliti proses dari mencari jiwa murni.
3. Patung : Kehidupan I, II, III, dan IV (Marida Nasution)
Title : "Kehidupan I, II, III, dan IV"
Artist : Marida NasutionYear : 1997
Tipe/Kategori Instalasi
Bahan/Material Mixed Media
Size/Ukuran Variabel Dimension
Artist : Marida NasutionYear : 1997
Tipe/Kategori Instalasi
Bahan/Material Mixed Media
Size/Ukuran Variabel Dimension
Karya seni grafis kontemporer ini menggambarkan kehidupan masyarakat pendatang (urban) di Jakarta, serta perenungan tentang makna keberadaan manusia-manusia itu di Jakarta. Teknik cetak saring (serigrafi) pada akrilik (plexiglass) sebanyak 30 buah, dan terdiri atas 4 bagian. Bagian pertama, 10 barisan akrilik gambar cetak saring "Tukang Jual Koran" dengan warna biru muda. Bagian kedua, 8 barisan akrilik gambar cetak saring "Wanita Penjual Jamu" dengan warna merah bronze. Bagian ketiga, 7 barisan akrilik gambar cetak saring "Tukang Asongan Minuman" dengan warna hijau muda. Bagian keempat, 5 barisan akrilik gambar cetak saring "Pengemis dengan Anak" berwarna kuning muda.
4. Patung : Loro Blonyo (Hendrawan Riyanto - 1997)
Secara keseluruhan patung ini mengekspresikan bentuk yang unik dan karakter arkhaik. Jika dilihat dari judulnya, yaitu Loro Blonyo, atau bentuk yang sepasang, maka bentuk patung ini secara filosofis bisa mencerminkan gambaran dari dualitas, yaitu suatu hal yang menjadi ada karena adanya sebab yang lain. Dalam hal pemikiran itu dapat dilihat dari sepasang patung tersebut. Filosofis ini merupakan pandangan yang bijak terhadap fenomena hukum alam, yang bisa mencerminkan kepercayaan absolut akan adanya pasangan abadi, seperti siang-malam, pria-wanita, dll.
Patung dengan gaya abstrak ini menggunakan medium campuran dari terracota, metal, dan bambu yang dalam pengerjaannya disenyawakan menjadi satu dengan pertimbangan komposisi dan nilai maknanya. Dalam hal pemakaian medium dan penggunaan idiom-idiom bentuk, seniman ini mempunyai pandangan yang bersifat pluralistik.
Patung dengan gaya abstrak ini menggunakan medium campuran dari terracota, metal, dan bambu yang dalam pengerjaannya disenyawakan menjadi satu dengan pertimbangan komposisi dan nilai maknanya. Dalam hal pemakaian medium dan penggunaan idiom-idiom bentuk, seniman ini mempunyai pandangan yang bersifat pluralistik.
5. KARYA SENI KRIYA : "Asta Kehidupan"
Artist : Zeni Febriayu Puspita Asih
Title : "Asta Kehidupan"
Year : 2019
semen, air, sarung tangan.
Secara keseluruhan patung ini mengekspresikan bentuk yang unik . Jika dilihat dari judulnya, yaitu Asta Kehidupan, atau tangan kehidupan, maka bentuk patung ini secara filosofis bisa mencerminkan gambaran sebuah tangan "asta" yang mempu memberikan kehidupan contohnya bagi tanaman dengan menopang tanaman tersebut dan membiarkanya tumbuh.
Year : 2019
semen, air, sarung tangan.
Secara keseluruhan patung ini mengekspresikan bentuk yang unik . Jika dilihat dari judulnya, yaitu Asta Kehidupan, atau tangan kehidupan, maka bentuk patung ini secara filosofis bisa mencerminkan gambaran sebuah tangan "asta" yang mempu memberikan kehidupan contohnya bagi tanaman dengan menopang tanaman tersebut dan membiarkanya tumbuh.
Komentar
Posting Komentar